DOMPU - Cakrawalaonline ,Polemik penguasaan lahan di kawasan pelepasan ternak Doro Ncanga, Kabupaten Dompu, kembali mengemuka. Sejumlah pihak menyoroti dugaan penyimpangan dalam penerbitan sertifikat tanah di wilayah yang seharusnya diperuntukkan bagi penggembalaan ternak itu.
Masalah ini disebut berawal dari era 1980-an, ketika almarhum Siswono Yudo Husodo menjabat sebagai Menteri Transmigrasi sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar. Pada masa itu, sebagian kawasan di Doro Ncanga dikonversi menjadi lahan Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PT Fanila Jaya.
Menurut sumber yang dihimpun, keberadaan lahan eks HGU tersebut masih menjadi perdebatan hingga kini. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Dompu dinilai belum berani mencabut sertifikat-sertifikat lama yang berada di dalam kawasan pelepasan ternak itu.
Informasi yang diterima menyebutkan, puluhan kapling tanah di wilayah eks HGU PT Lawata Permai telah disertifikatkan, masing-masing dengan luas sekitar 4 hektar per bidang. Lebih jauh, beberapa di antaranya diduga terbit atas nama oknum pejabat dan tokoh tertentu, termasuk pegawai BPN, anggota legislatif, hingga aktivis LSM.
Lahan Itu Untuk Ternak, Bukan Milik Pribadi
Ketua Himpunan Tani Ternak (HTT) Doroncanga, Muksid, menegaskan bahwa kawasan tersebut secara hukum adalah wilayah pelepasan ternak sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2023.
“Kawasan itu mestinya untuk ternak, bukan untuk disertifikatkan secara pribadi,” tegasnya, Sabtu (4/10).
Dalam Perda itu disebutkan, batas wilayah pelepasan ternak membentang dari Jembatan Hodo I di sebelah timur hingga Jembatan Sori Tula di Desa Soritatanga, dengan total luas 3.634 hektar.
Namun, hasil proyeksi dari pihak BPN Dompu menunjukkan data berbeda. BPN hanya mencatat kawasan pelepasan ternak seluas 2.600 hektar. Perbedaan angka tersebut memunculkan tanda tanya besar.
“Ketika kami konfirmasi ke BPN, mereka menyebut hanya 2.600 hektar. Padahal dalam Perda sudah jelas luasnya 3.634 hektar,” ujar Muksid.
Ia mendesak agar seluruh lahan eks HGU Lawata Permai yang kini masuk wilayah Doro Ncanga dan sekitarnya dikembalikan pada fungsi aslinya, yakni sebagai areal penggembalaan ternak rakyat.
BPN Akan Evaluasi Sertifikat Bermasalah
Saat dikonfirmasi, Humas BPN Dompu, Amirullah, mengaku belum dapat memberikan keterangan resmi terkait dugaan kepemilikan sertifikat oleh oknum pegawai BPN.
“Saya masih menunggu arahan pimpinan. Informasi itu sudah saya sampaikan ke atasan,” ujarnya singkat, Senin (20/10).
Namun dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pemerintah Daerah Dompu pada 2 Oktober 2025, perwakilan BPN menyatakan kesiapannya untuk meninjau ulang semua sertifikat bermasalah di kawasan pelepasan ternak Doro Ncanga.
Ahmadin: Utamakan Kepentingan Manusia, Tapi Jangan Abaikan Aturan
Anggota DPRD Dompu, Ahmadin atau yang akrab disapa Pua Mahadi, turut menyoroti persoalan tersebut. Ia menilai perlu adanya penataan ulang batas wilayah ternak agar tidak tumpang tindih dengan area permukiman masyarakat.
“Dalam Perda, batas penggembalaan ternak ditetapkan mulai dari Jembatan Hodo di sisi timur hingga obyek wisata Saraenduha di barat. Namun sebagian kawasan kini sudah ditempati warga,” ungkap Ahmadin.
Menurutnya, kebijakan pemerintah harus mengutamakan aspek kemanusiaan tanpa mengabaikan aturan yang berlaku.
“Semakin banyak manusia bermukim, semakin besar pula kebutuhan lahan. Tapi semua harus bijak, jangan sampai hak kawasan ternak hilang begitu saja,” tandasnya.
Perlu Evaluasi Menyeluruh
Mantan pejabat Setda Dompu, H. Syaiun, SH, menilai bahwa kasus ini hanyalah puncak dari persoalan agraria yang lebih luas di Kabupaten Dompu. Menurutnya, BPN perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penerbitan sertifikat di berbagai wilayah.
“Bukan hanya di kawasan pelepasan ternak di Pekat, tapi juga di banyak kawasan hutan yang kini sudah ada sertifikatnya,” ujarnya.
Ia menegaskan, secara hukum seseorang baru bisa memiliki sertifikat hak milik apabila tanah tersebut diperoleh melalui warisan, hibah, atau transaksi jual beli yang sah.
“Tanpa tiga alasan itu, tidak bisa seseorang mengklaim hak milik atas lahan yang statusnya masih milik negara,” tegas Syaiun.(z)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar