Magelang-Cakrawalaonline, Para jurnalis Magelang bersama Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) mengikuti konferensi pers bertajuk "Mendorong Kebijakan Kenaikan Cukai Rokok demi Perlindungan Kesehatan Masyarakat Indonesia" yang diselenggarakan secara virtual, Jumat 20 September 2024.
Konferensi digelar untuk memberikan dukungan terhadap kebijakan kenaikan kenaikan cukai rokok, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan petani. Sudah seharusnya, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil tembakau (DBHCHT) kembali kepada pemangku kepentingan dan sudah seharusnya peruntukan lebih fokus untuk petani dan buruh tembakau.
Ketua MTCC UNIMMA Retno Rusdjijati dalam forum terpisah kepada wartawan mengatakan, MTCC UNIMMA sebagai organisasi yang concern pada kesejahteraan petani, terus berupaya untuk menyuarakan aspirasi petani ditengah polemik cukai. Dari petani dampingan MTCC UNIMMA, yang tergabung dalam Forum Petani Multikultur, menganalisa, masalah cukai dari perspektif alokasi pemanfaatan DBHCHT.
Astuti, Ketua Udayana Central, menegaskan dampak luas dari konsumsi rokok. “Pengendalian konsumsi rokok melalui optimalisasi cukai penting dalam mengendalikan angka perokok pada semua spektrum masyarakat baik yang belum merokok atau sudah merokok, dewasa maupun anak muda. Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan menurunkan beban negara, angka perokok harus secara serius ditekan dari berbagai aspek pengendalian,” tegasnya.
Konferensi pers ini dilatarbelakangi oleh tingginya prevalensi merokok di Indonesia, yang menempatkan negara ini sebagai yang tertinggi kedua di dunia untuk perokok laki-laki dewasa (58,4%) dan urutan ke-23 tertinggi secara keseluruhan (31,0%). Harga rokok yang relatif murah di Indonesia, yaitu rata-rata $2,87 (sekitar Rp44.485) per bungkus, jauh di bawah rata-rata dunia sebesar $5,8 (sekitar Rp89.900), dianggap sebagai salah satu faktor penyebab tingginya angka perokok.
“Kenaikan harga rokok perlu mendapat dukungan penuh dari pemangku kepentingan di daerah. Beban kesehatan terkait konsumsi rokok sangat besar, dan cukai bisa menjadi solusi efektif untuk mengurangi konsumsi,” kata Abdulah Hasan dari Universitas Indonesia.
Penelitiannya di beberapa daerah seperti Lampung, Bali, dan Yogyakarta menunjukkan bahwa cukai efektif mengurangi konsumsi rokok.
Rohani Budi Prihatin selaku Analis Legislatif pada Pusat Analisis Legislatif Badan Keahlian DPR RI yang bertindak sebagai moderator memandu konferensi pers secara dinamis dan membuka diskusi terbuka dengan peserta dan media.
Tanggapan diberikan Benget Saragih, Ketua Tim Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes RI. Ia menyampaikan bahwa urgensi kenaikan cukai hasil tembakau yakni mencegah kemudahan mengakses penjualan rokok, termasuk rokok batangan dan mencegah adanya penjualan rokok murah untuk menutup potensi penjualan ke anak-anak.
Selain itu, Affan Fitrahman, Tobacco Control dari Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah, menegaskan mendukung penuh kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau sebagai langkah penting dalam melindungi generasi muda dari dampak buruk rokok.
“Kami percaya bahwa cukai yang lebih tinggi akan secara signifikan mengurangi prevalensi merokok di kalangan pelajar dan mengalihkan pengeluaran rumah tangga miskin ke kebutuhan yang lebih produktif. Sikap kita semua sama, sebagai bagian dari masyarakat sipil yang peduli terhadap perlindungan generasi muda, salah satu langkah penting dalam pengendalian tembakau adalah melalui kebijakan kenaikan cukai", tuturnya.
Kenaikan Cukai Rokok dinilai penting dalam rangka upaya melindungi Kesehatan masyarakat dan masa depan generasi muda. Tingginya prevalensi merokok di Indonesia membuat negara ini menempati urutan tertinggi kedua di dunia untuk perokok laki-laki dewasa (58,4%).
Roosita Meilani Dewi, Direktur Center of Human and Economic Development, menekankan pentingnya kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang merata di Indonesia.
Menurut Roosita, kenaikan CHT minimal 25% per tahun secara sama untuk semua jenis rokok diperlukan guna menghindari efek negatif konsumsi rokok, termasuk downtrading dan eksternalitas negatif.
Kebijakan ini muncul karena tingginya prevalensi merokok di Indonesia, terutama di kalangan laki-laki dewasa (58,4%), yang menjadikan negara ini peringkat kedua dunia dalam kategori tersebut. Harga rokok yang relatif murah dibandingkan rata-rata dunia juga disebut sebagai salah satu faktor penyebabnya.
Abdillah Ahsan dari Universitas Indonesia mendukung kebijakan ini dengan menyebutkan bahwa penerapan cukai tembakau telah terbukti efektif menurunkan konsumsi di beberapa daerah.
Putu Ayu Swandewi Astuti dari Udayana Central menekankan dampak luas dari konsumsi rokok, baik secara kesehatan, ekonomi, maupun sosial, serta pentingnya kebijakan pengendalian tembakau demi mengurangi prevalensi merokok, terutama di kalangan anak muda.
“Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang merata dapat menghindari downtrading serta mengurangi dampak negatif multiplier effect dan eksternalitas negatif, sehingga diusulkan untuk menaikkan cukai rokok minimal 25% per tahun secara sama dan merata untuk semua jenis rokok, mengingat UU Cukai menetapkan rata-rata cukai rokok hingga 57% namun belum pernah diimplementasikan sepenuhnya,” ujar Roosita dalam konferensi pers tersebut.
Sementara itu masyarakat sipil juga turut menyampaikan pandangannya. Ifdhal Kasim, Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Pengendalian Tembakau dan mantan Ketua Komnas HAM RI, menyatakan bahwa kebijakan kenaikan cukai rokok erat kaitannya dengan hak asasi manusia, khususnya hak atas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
“Hak atas kesehatan, hak atas perlindungan anak dan generasi muda juga hak atas lingkungan yang sehat. Kenaikan pajak rokok juga akan berdampak sosial ekonomi yang berhubungan dengan HAM, yaitu mengurangi kemiskinan serta akan tercapai keadilan sosial. Maka, menaikkan pajak rokok sejalan dengan upaya pemerintah dalam membangun masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera. Ini adalah bagian dari pemenuhan hak asasi manusia yang harus dijamin oleh Negara”. terang Ifdhal Kasim. (Budhy HP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar