res

Narasi APBD KSB Tergantung Tambang Dikritik, Hilirisasi dan Pajak Daerah Dinilai Lebih Strategis - Cakrawala Online
Segenap Pimpinan dan Keluarga Besar PT Cakrawala Merdeka Mediatama Group Mengucapkan Selamat Hari Bhayangkara ke 79

Breaking

Cakrawala Online Hari ini

Kabag Porkopim Dorong Event Kemajuan Destinasi Wisata Manca Negara

15 Juli 2025

Narasi APBD KSB Tergantung Tambang Dikritik, Hilirisasi dan Pajak Daerah Dinilai Lebih Strategis



Sumbawa Barat, NTB - Cakrawalaonline, Pernyataan Ketua DPRD Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Kaharuddin Umar, yang menyebutkan bahwa 80 persen APBD KSB bergantung pada sektor tambang dan mendorong relaksasi ekspor bagi PT Amman Mineral, menuai tanggapan kritis dari berbagai kalangan.


Ketua Koalisi Masyarakat Peduli Tambang (KMPT), Iwan Setiawan, menyatakan bahwa narasi tersebut tidak sepenuhnya tepat dan berpotensi menyesatkan publik. Menurutnya, ketergantungan terhadap tambang perlu dikaji secara objektif berdasarkan data, bukan asumsi atau tekanan politik.


“Kalau kita bicara data, kontribusi Dana Bagi Hasil (DBH) Minerba terhadap APBD KSB semenjak 2020 hingga 2023 hanya berkisar 6–8 persen dari total belanja daerah. Total DBH Minerba sekitar Rp 360–400 miliar, sementara APBD KSB dalam empat tahun mencapai lebih dari Rp 5 triliun,” ujar Iwan.


Ia menegaskan bahwa meskipun tambang memberikan pemasukan, namun bukan satu-satunya penopang. “Kita juga punya Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jadi tidak tepat kalau dikatakan APBD akan jatuh tanpa relaksasi ekspor.”


Akademisi sekaligus pemerhati kebijakan publik pertambangan, Dr. Zulkarnain, juga angkat suara. Ia menegaskan bahwa hilirisasi adalah bagian dari strategi nasional dan merupakan kewajiban hukum bagi perusahaan tambang, sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 2020.



“Hilirisasi bukan sekadar larangan ekspor mentah, tapi upaya menciptakan nilai tambah ekonomi di dalam negeri. Dengan smelter beroperasi, potensi pendapatan daerah bisa meningkat 3–4 kali lipat,” katanya.


Zulkarnain menilai, justru DPRD dan pemerintah daerah harus mendorong percepatan hilirisasi, bukan membela ekspor konsentrat mentah. “Ini bukan hanya soal regulasi, tapi juga peluang ekonomi jangka panjang,” tegasnya.


Selain itu, pengelolaan pajak daerah juga disorot. Zulkarnain menyayangkan lemahnya pengawasan terhadap pajak-pajak daerah, khususnya dari sektor pertambangan.


“Salah satu contoh, PT Amman sempat menunggak beberapa jenis pajak daerah seperti Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Air Tanah. Mereka baru membayar denda Rp 670 juta setelah dimediasi Kejaksaan Negeri KSB. Pokok pajaknya sendiri belum dibayarkan,” jelasnya.


Menurutnya, jika dilakukan audit menyeluruh, potensi pajak daerah dari sektor tambang bisa mencapai ratusan miliar rupiah. “Ironis jika di satu sisi daerah teriak butuh dana, tapi di sisi lain potensi pajaknya dibiarkan bocor,” ujarnya.


Dr.Zulkarnain juga menambahkan bahwa beberapa jenis pajak seperti Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), pajak air tanah, dan retribusi pemanfaatan fasilitas publik belum digarap maksimal.

Terkait pernyataan yang menyebut kemungkinan terjadi PHK massal jika ekspor tidak diberi relaksasi, Iwan yang juga mantan Ketua Serikat Pekerja Tambang menyebut narasi itu terlalu spekulatif.


“Kalau benar ada ancaman PHK, perusahaan harus buka data Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)-nya. Jangan pakai isu ketenagakerjaan untuk menekan publik dan pemerintah,” ujarnya.


Ia mendesak DPRD dan Pemda untuk memperkuat pengawasan tenaga kerja, memastikan perlindungan hak-hak pekerja lokal, dan mengawal realisasi Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM).


Kesimpulan: Saatnya KSB Berdikari Secara Fiskal


Narasi yang menyatakan APBD KSB bisa runtuh tanpa ekspor tambang dinilai tidak mendasar. Justru, penguatan fiskal daerah bisa dilakukan melalui optimalisasi pajak, hilirisasi industri tambang, serta peningkatan pendapatan asli daerah.


“Kita tidak menolak relaksasi ekspor secara mutlak, tapi kebijakan fiskal kita harus berdiri di atas pondasi yang kuat dan berdaulat. Jangan gadaikan masa depan demi kepentingan jangka pendek,” tutup Iwan Setiawan.(zun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar