Bima-Cakrawalaonline,Pertemuan pengurus komunitas Pekka Bima kali ini. Sedikit berbeda. Yang biasanya pada pertemuan sebelumnya sudah disibukkan dengan pengecekan pelaporan kegiatan dan kelengkapan pembukuan koperasi. Kali ini kami banyak membahas isu-isu terbaru. Salah satunya isu pembukaan daftar calon Aparatur Desa Samili kecamatan woha kabupaten Bima NTB.
Hal ini, dilaksanakan karena hampir 5 bulan kekosongan jabatan Kadus untuk dua dusun yaitu dusun Ndora, kadusnya meninggal dunia dan Kadus Santula purna dari tugasnya. Maka dibentuklah panitia pemilihan Kadus pada awal bulan November 2025. Seminggu setelahnya dibuka pendaftaran di dua dusun tersebut dengan beberapa persyaratan. Satu diantaranya berusia min 20 tahun sampai max 42 tahun tanpa ada persyaratan keterwakilan gender (berharap perempuan mau maju sebagai keterwakilan dan memang sifatnya perempuan harus ada aturan baru berani maju. Persyaratan itu sebagai penguat saja sebenarnya apabila panitianya peka).
" Andaikan UU No. 3 Tahun 2024) tidak membatasi usia max calon aparatur desa (Kadus) kak. Aku sangat ingin mendaftar. Siapa tahu aku bisa jadi Kadus di sini" kata Anggar Kasih senyum-senyum malu.
Anggar panggilan akrabnya merasa prihatin karena terhalang oleh UU No 3 Tahun 2024 "berusia minimal 20 tahun dan maksimal 42 tahun". Sementara usianya saat ini berusia 45 tahun.
"Kenapa ingin menjadi Kadus?" tanyaku. Jawabnya " aku memiliki program. Ingin buat dusunkun menjadi contoh buat dusun lain. Terutama di Ekonomi dan perlindungan sosial" "" wahh keren banget. ekonomi dan perlindungan sosial yang bagaimana yang ingin kamu terapkan" tanyaku penasaran. " Nanti aku akan buat sistim mengharuskan warga dusun ku menabung tiap hari, biar dusunku tidak ada lagi koperasi keliling yang menghancurkan perekonomian warga. Banyak perempuan terjerat praktek pinjaman berantai. Dan terkait perlindungan sosial. Nanti aku akan mendata semua warga mana yang layak untuk masuk ke DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Karena yang aku amati sekarang penerima bansos banyak yang tidak memenuhi kelayakan. Yang layak mendapatkan malah tidak mendapatkan". Dan tentunya akan ada beberapa program dusun yang ingin aku terapkan andai aku bisa menjadi Kadus" terangnya.
Akupun dan kami yang ada disitu merasa penasaran tentang pinjaman berantai. " Apa sich maksud pinjaman berantai" jawabnya " di dusunku kak, banyak ibu-ibu bergantung pada pinjaman harian-mingguan untuk kebutuhan hari-harinya". "waduh" selaku kaget. " Semua begitu " timpa yang lain.
Walau memang fenomena ini dimana-mana dialami oleh kebanyakan keluarga (ibu-ibu) sebagai pemeran utamanya. " Iya kak. Awal mula pinjaman ini untuk memenuhi kebutuhan hidup yang emergency seperti untuk kuliah, sekolah anak atau kebutuhan pokok yang mendesak, namun ketika angsuran jatuh tempo, ketergantungan pun, muncul untuk membayar untung pertamam. Mereka terpaksa meminjam lagi ke tempat lain, lalu ke tempat lain berikutnya. Akhirnya utang yang semula untuk bertahan hidup menjadi terjebak dalam utang berantai yang tak terbayarkan". Terangnya bersungguh-sungguh.
Nah, dari pertemuan ini. Aku sendiri beranggapan bahwa memang disisi lain pemerintah punya pandangan sendiri terkait aturan umur. Namun disisi lain ada sosok perempuan yang berumur di atas 42 tahun tetapi memiliki pemikiran menyeluruh kepada persoalan gender yang tentu belum dipikirkan oleh kaum laki-laki yang mendominasi aparatur desa.
Apalagi yang menjadi Kadus paling tidak yang Mantang secara umur dan secara pengalaman sangat diperlukan. Dan yang kurang dalam UU tersebut tidak dicantumkan ada keterwakilan perempuannya.
Jadi perlu adanya tinjauan ulang pada UU tersebut. Mengingat pemahaman masyarakat menerjemahkan mentah-mentah bahasa UU. Kenapa aku katakan demikian.
Karena selepas dari pertemuan, malamnya aku chat ketua panitia pemilihan aparatur desa. Aku tanyakan terkait batas usia yang ada dalam UU tersebut dan keterwakilan gender.
" Pak ketua. Apakah batas Usia untuk calon Kadus tidak adakah kewenangan panitia untuk memberikan kesempatan kepada yang berusia 50-55 tahun untuk ikut pencalonan Kadus tahun ini. Mengingat usia tersebut bisa dikatakan usia matang secara pengalaman dan fikiran"
Jawab pak ketua " Kita harus ikuti kata UU adinda. Kita tidak punya wewenang " walau sedikit panjang tanya jawab kami. Namun tetap pada akhirnya ketua panitia tetap pada bunyi UU.
Dan pada tulisan ini. Saya pribadi memohon pada yang membaca dan Yayasan PEKKA untuk bantu menyuarakan suara perempuan yang berusia diatas 42 namun masih semangat ingin berkontribusi pada pembangunan di desanya agar bisa diberi kesempatan duduk sebagai aparatur desa tidak dibatasi oleh umur sampai batas usia pensiunan. (Z)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar